Kebanyakan orang yang memberi saran sebenarnya sedang memproyeksikan cerita mereka sendiri.
Kapan terakhir kali seseorang memberi anda saran?
Apakah itu benar-benar membantu, atau justru terasa seperti mereka tidak benar-benar mendengarkan anda?
Niat mereka baik, namun salah langkah.
Buru-buru memberi solusi tanpa benar-benar mendengarkan. Akibatnya? Kita merasa diabaikan, frustasi dan semakin bingung.
Kalau anda pernah berpikir “Mereka tau ga sih permasalahanku?” Anda tidak sendiri.
Memberi saran terasa menyenangkan—untuk si pemberi saran. Itu membuat mereka merasa berguna dan punya kendali. Tapi, buat si penerimanya, saran itu sering terasa mengganggu atau bahkan mengecilkan hati.
Yang sebenarnya kita butuhkan bukanlah saran. Kita hanya ingin didengar, dipahami, dan diberi ruang untuk menemukan solusi sendiri.
Mendengarkan bukan hal yang sulit—hanya butuh niat.
Coba lakukan ini saat ada seseorang yang datang kepada anda meminta nasihat:
Diam dulu. Biarkan mereka berbicara tanpa disela.
Tanya. “Kamu butuh saran, atau hanya ingin aku mendengarkan?”
Refleksi. “Sepertinya kamu merasa [sebutkan emosi mereka]. Ceritakan lebih banyak.”
Perubahan kecil ini bisa berdampak besar.
Bagaimana jika tugas kita bukan untuk menyembuhkan orang, melainkan hanya mendengarkan?
Saat menjadi pendengar dan tidak menghakimi, hubungan anda dengan orang itu semakin kuat dan meningkatkan rasa percaya. Serunya lagi, beban kita untuk menjadi “pemecah masalah” lepas.
Kalau cara pandang ini cocok menurut anda, pertimbangkan program 12 Minggu menuju hidup yang lebih produktif tanpa mengorbankan damai dan bahagia di 2025
Bayangkan bagaimana rasanya saat anda dapat mencapai banyak hal tanpa mengorbankan kebahagiaan diri?
Untuk info discount early bird klik disini
Rahmad Barus MBA (Master NLP)